Utusan Malaysia,Minggu
23 November 2013 memberitakan bahwa Jokowi Angkuh. Media Online Negeri
Jiran ini berpendapat bahwa Jokowi tidak bisa menjalin hubungan kerjasama
negara serumpun. Pernyataan Jokowi di nilai sangat keras. Tulisan yang
berjudul “Maaf Cakap, Inilah Jokowi” sangat berpengaruh pada masyarakat Indonesia
khususnya yang membaca berita ini.
Jokowi yang begitu di
kagumi di negerinya, namun dapat juga di cemooh oleh negara tetangga. Berita
tak sedap ini muncul karena mantan Gubernur DKI Jakarta ini memberikan
kebijakan untuk menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang masuk ke
Indonesia. Kebijakan Jokowi ini dianggap Utusan, sebagai pendekatan yang
kontroversi dalam mengelola isu antar negara.
Sekretaris Kabinet,
Andi Widjajanto memberikan pernyataan atas permasalahan ini bahwa akibat invasi
nelayan asing, Indonesia dirugikan sebesar US$25 miliar per tahun. Bisa
dibayangkan bukan bahwa Indonesia mengalami kerugian sebanyak itu. Andi juga
menyambung pembicaraannya bahwa kebijakan tegas Jokowi yang menenggelamkan
kapal-kapal asing bisa memberikan pesan serius kepada negara-negara lain yang
masuk ke perbatasan Indonesia.
Pernyataan tegas Andi,
menurut Utusan merupakan ancaman bagi Malaysia. Utusan berpendapat bahwa sikap pemimpin dalam menangani wilayah oleh
nelayan tidak sama seperti aksi pelanggaran pendatang asing tanpa izin yang
dialami oleh Malaysia. Utusan mulai membandingkan dengan penerobosan laut yang
dilakukan oleh pendatang gelap asal Indonesia ke Negeri Jiran tersebut.
Utusan Online
mengatakan bahwa, Malaysia menjamin akan melakukan pendekatan yang berbeda
dengan Indonesi, mereka tidak akan melakukan sesuatu yang bersifat di luar
batas kemanusiaan terhadap Imigran illegal asal Indonesia.
“
Justru Malaysia yang seharusnya bersikap tegas, karena para Imigran Ilegal dari
Indonesia turut berkontribusi terhadap masalah sosial dan merampas keamanan di negara ini,” tulis Utusan.
Utusan meminta kepada
Jokowi, bahwa membaca Nota Kesepahaman
yang diteken oleh Indonesia dan Malaysia tahun 2011 silam. Di dalam MOU itu
tertulis, bahwa kedua negara sepakat untuk membebaskan nelayan tradisional yang
membawa kapal kurang dari 10 ton jika tersesat di perairan kedua negara.
Jadi artinya “ Jika ada nelayan tradisional yang berhasil
ditangkap, maka mereka hanya akan diusir. Menenggelamkan perahu atau
menghancurkan harta benda nelayan tidak ada dalam ketentuan itu” tambah Utusan.